Powered By Blogger

Rabu, 28 Mei 2014

MESIN WAKTU KENANGAN

                         



Aku berjalan pulang dengan langkah masih begitu berat. Menyesuri koridor dan eskalator yang rasanya panjang tak berujung. Waktu berjalan terasa lebih lambat. Dalam keletihan batin yang jauh lebih menyesakkan dan menyiksa.
Aku tak tahu apa yang terjadi saat ini. Yang kutahu, hanyalah sayap-sayap patah. Membuatku begitu susah untuk bangkit berdiri dan terbang ke angkasa dengan bebasnya. Merasakan hembusan udara segar yang rasanya lama aku lupakan.
Tiba-tiba mataku tertuju pada sepasang kekasih. Yang bergelayut begitu mesra, bergandengan tangan tepat di depanku. Masing-masing memegang sebuah tongkat untuk menyangga tubuh mereka yang tampak membungkuk ringkih dimakan usia. Benar, mereka sepasang kekasih berusia lanjut. Yang saling menopang satu sama lain, bergandengan tangan dengan begitu mesranya.
Mereka berdua seperti menamparku dengan telak dan membuatku terjatuh terjerembab dalam kesadaran yang berbeda. Mereka mengajarkanku kembali, apa makna kesetiaan dan harga menjadi pasangan hidup. Aku ingin seperti mereka. Hidup dalam damai dan cinta hingga ajal menjemputnya.
bukanlah aku pemilik waktu
bahkan ketika satu sapa
singgah dalam hatiku
darimu..
bukan pula aku yang menjadi penentu
ketika kesempatan memberiku
satu jeda dalam hidupku
untuk menjadikanmu pilihanku
seperti rusa yang rindu aliran sungai
di tengah kerontangnya musim
aku menemukanmu
singgah dalam teduhnya rengkuhmu
mengalir dalam damai tatapmu
hari ini,
aku menitipkan sebagian jiwaku
melebur bersamamu.
Aku terdiam sejenak. Seberkas bait-bait puisi terdengar oleh telingaku. Membangunkanku dari keterpurukan dan  letihnya hidup. “Apa yang kau cari dalam hidup?” Terdengar sebuah suara di akhir bait puisi. Iya, apa yang aku cari? Apa yang aku inginkan? Jika cinta yang kuinginkan, maka pasti itu sebuah cinta sejati yang membahagiakan, dan bukan rasa pilu dalam sayatan sembilu.
Semoga ini akhir dari perjalanan duka dan lara. Aku meneruskan langkah kakiku. Tak seberat tadi. Namun masih terasa sesak yang tersisa. Saat sayap-sayap patahku kembali membentang tuk terbang jauh di angkasa. Merasakan kembali bebasnya udara kebahagiaan. Masih ada luka, walau tak lagi begitu kurasakan. I believe I can fly…

Tidak ada komentar: